Untukmu yang setiap mendengar tentang pernikahan selalu
terbayang-bayang dan muncul gejolak ingin menikah.
Menikah memang menjadi penyempurna sepertiga agama kita Islam, namun semudahkah itukah mengatakan ingin menikah? Sudah tau calonmu kelak akan seperti apa? Nah sebelum kita mengatakan siap untuk menikah mari kita belajar sedikit tentang cinta dari kisah Ali bin Abu thalib dan Fatimah Azzahra.
Sebuah kisah datang dari putri
Rasulullah, Fatimah Az-Zahra, dan Ali Bin Abi Talib. Pintu hati Ali terketuk
pertama kali saat Fatimah dengan sigap membasuh dan mengobati luka ayahnya,
Muhammad SAW yang luka parah karena berperang.
Dari situ, dia bertekad untuk
melamar putri nabi. Lantas dengan tekun dia kumpulkan uang untuk membeli mahar
dan mempersunting Fatimah. Malang, belum genap uang Ali untuk membeli
Mahar, sahabat nabi abi Abu Bakar sudah terlanjur melamar Fatimah.
Hancur hati Ali, namun dia sadar
diri kalau saingan ini punya kualitas iman dan Islam yang jauh lebih tinggi
dari dirinya. Walau dikenal sebagai pahlawan Islam yang gagah berani, Ali
dikenal miskin. Hidupnya dihabiskan untuk berdakwah di jalan Allah.
Namun mendung seakan sirna saat Ali
mendengar Fatimah menolak lamaran Abu Bakar.
Tapi keceriaan Ali kembali sirna
saat orang dekat nabi lainnya, Umar Bin Khatab meminang Fatimah. Lagi-lagi Ali
hanya bisa pasrah karena dia tidak mungkin bersaing dengan Umar yang gagah
perkasa. Tapi takdir kembali berpihak kepadanya. Umar mengalami nasib serupa
dengan Abu Bakar.
Tapi saat itu Ali belum berani
mengambil sikap, dia sadar dia hanya pemuda miskin. Bahkan harta yang dia
miliki hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar
untuk makannya. Kepada Abu Bakar As-Siddiq, Ali mengatakan, "Wahai
Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang sebelumnya tenang. Anda telah
mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki
Fatimah, tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku
tidak mempunyai apa-apa."
Abu Bakar terharu dan mengatakan, "Wahai Ali, janganlah engkau berkata
seperti itu. Bagi Allah dan Rasul-Nya, dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat
debu-debu bertaburan belaka!"
Mendengar jawaban Abu Bakar,
kepercayaan diri Ali kembali muncul untuk melamar gadis pujaannya saat
teman-temannya sudah mendorong agar Ali berani melamar Fatimah.
Dengan ragu-ragu dia menghadap
Rasulullah. Dari hadist riwayat Ummu Salamah diceritakan bagaimana proses
lamaran tersebut.
"Ketika
itu kulihat wajah Rasulullah nampak berseri-seri. Sambil tersenyum baginda
berkata kepada Ali bin Abi Talib, 'Wahai Ali, apakah engkau mempunyai suatu
bekal mas kawin?"
"Demi
Allah," jawab Ali bin Abi Talib
dengan terus terang, "Engkau
sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada sesuatu tentang diriku yang
tidak engkau ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju besi,
sebilah pedang dan seekor unta."
"Tentang
pedangmu itu," kata Rasulullah
menanggapi jawaban Ali bin Abi Talib, "Engkau
tetap memerlukannya untuk meneruskan perjuangan di jalan Allah. Dan untamu itu
engkau juga perlu untuk keperluan mengambil air bagi keluargamu dan juga engkau
memerlukannya dalam perjalanan jauh. Oleh karena itu, aku hendak menikahkan
engkau hanya atas dasar mas kawin sebuah baju besi saja. Aku puas menerima
barang itu dari tanganmu. Wahai Ali, engkau wajib bergembira, sebab Allah
sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku
menikahkan engkau di bumi". Demikianlah riwayat yang
diceritakan Ummu Salamah r.a.
Setelah segala-galanya siap, dengan
perasaan puas dan hati gembira, dan disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah
mengucapkan kata-kata ijab kabul pernikahan puterinya,
"Bahwasanya Allah SWT memerintahkan aku
supaya menikahkan engkau Fatimah atas mas kawin 400 dirham (nilai sebuah baju
besi). Mudah-mudahan engkau dapat menerima hal itu."
Maka menikahlah Ali dengan Fatimah.
Pernikahan mereka penuh dengan hikmah walau diarungi di tengah kemiskinan.
Bahkan disebutkan Rasulullah sangat terharu melihat tangan Fatimah yang kasar
karena harus menepung gandum untuk membantu suaminya.
Dari kisah di atas kita tau, bahwa perlu bertahun-tahun
bagi ali untuk memantaskan diri menjadi pendamping hidup Fatimah Azzahra,
bahkan ali mencoba mengikhlaskan bila pada kenyataannya kelak Fatimah memang
bukan jodohnya.
Namun itulah takdir, kita tak akan
tau dengan siapa kita menempuh hidup kelak. Kita tau bahwa jodohmu cerminan
dari dirimu. Ikhwahfillah
menikah tak semudah mengatakannya, oleh karena itu perlu waktu yang lama untuk
kita mempersiapkannya.
So, untuk yang masih kebelet nikah
tapi merasa dirinya belum pantas atau siap, masih banyak waktumu untuk
mempersiapkan diri, jangan hanya memeikirkan kenikmatan setelah menikah, tapi
perjuanganmu akan lebih berat ketika kamu menikah kelak. Jangan iri melihat
temanmu yang dengan usia yang masih muda sudah memilih jalan untuk menikah,
karena itulah takdir mereka.
No comments:
Post a Comment